Kegagalan pendidikan moral terhadap
anak anak
Di Indonesia, ada berbagai jenis
orang yang hidup, beragam jenis pula pendidikan yang mereka tanamkan pada diri
anak-anak mereka. pendidikan yang mereka berikan, bisa dari lingkungan,
pengalaman hidup, ekonomi, tingkat SDM yang mereka miliki. Saya akan memberikan
sebuah kisah. kisah nyata tentang keresahan terhadap masa depan anak anak yang
hidup di lingkungan di mana dia dibesarkan.
Saya adalah salah seorang warga
Semarang . Tepatnya, rumah saya ada di RT04 . Lingkungan tempat tinggal saya
merupakan lingkungan yang cukup baik. Ada kerukunan antar tetangga, ada anak
anak yang bermain dan belajar secara seimbang, remaja di sini pun masih aktif
berorganisasi. Sekitar 3 minggu yang lalu, RT 04 digegerkan oleh seorang bocah
kecil yang bersepeda. Bocah laki laki itu berumur sekitar 6 sampai 7
tahun. Awalnya, warga di sini tidak
peduli dengan kehadiran bocah itu. Namun ternyata bocah itu adalah anak yang
memiliki perilaku berbeda dengan anak anak lainnya. Anak ini bukanlah tuyul, atau makhluk gaib
lain yang konon mempunyai kekuatan tertentu. Anak ini benar benar anak kecil
yang tidak bersekolah, masih kecil, dan tidak terurus.
Dia telah mencuri uang di rumah
salah seorang warga kami, Siska, saat siang hari. Setelah ditelusuri, ternyata
anak itu adalah anak yang bertempat tinggal di RT 02. Warga yang mengetahui
kejadian itu pun langsung bertindak tegas. Kami membawa anak itu pulang ke
rumah ibunya, tanpa mengalami kekerasan sedikitpun. Semua rangkaian kejadian
pencurian uang itu telah dilaporkan kepada ibunya. Saya tidak begitu mengetahui
bagaimana tanggapan ibunya setelah itu, tapi saya berharap sekali dengan
mengembalikan anak itu kepada kedua orang tuanya, anak itu akan berubah.
Nyatanya, 2 minggu lalu anak itu
kembali. Sama seperti kejadian di Siska, dia mencuri lagi. Pencurian kali ini
sungguh menarik perhatian saya, karena terjadi di rumah tetangga depan rumah saya. Oleh
sebab itu, saya juga meningkatkan kewaspadaan rumah. Anak itu pun dibawa ke
ketua RT untuk ditindaklanjuti. Saya mengetahui segala informasi pencurian itu
dari ibu saya. Anak itu mencuri uang sebanyak Rp 300.000,00 dari dompet
tetangga saya. Padahal, dompet itu ditaruh di dalam kamar. Anak itu masuk saat
tetangga saya sedang memasak di dapur. Kebetulan, tetangga yang mengetahui anak
itu masuk, mengira bahwa anak itu adalah teman anak tetangga saya. Tetangga
sekitar rumah saya belum mengetahui bahwa anak ini adalah anak yang mencuri di
rumah Siska. Yang membuat para tetangga heran adalah anak itu hanya mengambil
uang saja, sedangkan di dekat dompet itu ada tablet, handphone, dan barang
barang yang lebih mahal lainnya. Yang diambil pun hanya uang yang ada di dalam
dompet, tetapi dompet dan kartu yang lain dikembalikan ke tempat semula. Usut
punya usut, ternyata anak ini telah dilaporkan ke kepolisian sebanyak 3 kali
dengan kasus yang sama. Berita ini saya dapat dari teman saya yang tinggal
sekitar 250 m dari RT kami. Saya juga mengetahui bahwa ibunya pun tidak
memperhatikan anaknya. Kemana perginya anak itu bemain, bagaimana pergaulannya,
orang tuanya tidak mau tahu.
Saat arisan bapak bapak
diselenggarakan, Pak RT mendatangkan seorang polisi untuk dimintai
pertanggungjawaban anak ini. Dan polisi pun menanggapi kasus ini demi kenyamanan masyarakat.. Akhirnya ketua RT kami membuat perjanjian damai dengan
catatan kalau anak itu melakukan hal itu d lingkungan RT 04 sekali lagi, maka
warga Rt 04 yang akan menindaklanjuti sendiri. Dan, ketua RT akan segera
menyebarluaskan foto anak ini ke semua warga, agar warga selalu waspada jika
anak ini masuk ke lingkungan RT 04 lagi.
Kita bisa melihat kejadian sebagai
suatu kegagalan pendidikan moral yang dialami oleh bangsa Indonesia. Saya tidak
bermaksud melebih-lebihkan tentang kejahatan yang dilakukan anak ini. Kita
bahas mulai dari awal kejadian ini.
Menurut penelitian Pada
tahun 1982, V. Campbell dan R. Obligasi diusulkan berikut sebagai faktor utama
dalam mempengaruhi karakter dan perkembangan moral: faktor keturunan,
pengalaman masa kanak-kanak, pemodelan oleh orang dewasa yang lebih tua penting
dan remaja, pengaruh teman sebaya, lingkungan fisik dan sosial secara umum,
media komunikasi, apa yang diajarkan di sekolah-sekolah dan lembaga lain, dan
situasi spesifik dan peran yang menimbulkan perilaku yang sesuai.
Hal ini yang dapat dijadikan
pedoman, bahwa pembentukan karakter anak ini didapat dari lingkungan tempat dia
tinggal. Seorang anak kecil akan meniru perbuatan yang dilihatnya. Maka
setidaknya pencurian yang dilakukan anak ini juga hasil dari proses meniru
perbuatan orang orang yang dia kenal di lingkungannya. Faktor ini juga yang
meyebabkan ia tidak merasa bersalah melakukan semua ini. Saat kita masih kecil,
kita belum bisa menentukan mana yang salah dan mana yang benar. Kita mengetahui
hal hal yang benar dan salah melalui serangkaian kejadian yang terjadi dalam hidup
kita. Anak ini juga menganggap bahwa
perbuatan yang dia lakukan tidak salah. Di pikirannya mungkin terdapat sebuah
ungkapan “ kalau orang lain melakukan, mengapa aku tidak melakukan? Maka ini
yang harus saya lakukan.” Kesalahan yang sering dilakukan oleh orang-orang
adalah memarahinya habis habisan, bahkan mungkin sedikit melakukan tindakan
fisik. Semakin dia menerima penghinaan, dia akan semakin melawan. Hal yang
paling tepat adalah memberinya pembinaan.
Pasal 34 ayat 1 UUD 1945 menjelaskan negara akan
mengurus anak terlantar dan fakir miskin. Saya juga kurang tahu bagaimana
kriteria anak terlantar yang dimaksudkan dalam pasal ini, apakah anak yang
terlantar adalah anak yang makan dan tidur di bawah lampu merah? Bagaimana
dengan anak ini? Jika memang anak ini tidak terlantar, mana mungkin dia mencari
uang lewat pencurian? Haruskah kita menunggu 10 tahun kemudian, sampai anak ini
melakukan kejahatan yang benar benar tidak dapat ditoleransi lagi hingga dia
dipenjara? Kita harus mencegahnya sebelum anak ini berubah sebagai seorang
penjahat kelas kakap yang melakukan segalanya untuk bertahan hidup tanpa
memperdulikan orang lain. Jika memang anak ini masih di bawah umur, maka
orang tuanyalah yang bertanggung jawab menerima hukuman. Pasti ada orang yang
mengajarinya, bahkan menyuruhnya melakukan perbuatan ini. Seharusnya ada
pengendalian dari orang tua saat anak nya melakukan kejahatan ini. Atau
setidaknya anak ini ditempatkan di panti rehailitasi, panti asuhan atau tempat
pembinaan lainnya yang dikelola oleh negara. Ironis sekali, kejahatan yang
sudah tertanam di dalam anak ini dibiarkan berkembang. Saya yakin selama ini, ketika dia dilaporkan ke kantor polisi, dia telah mendapatkan pelajaran. Namun, karena tidak adanya dukungan dari lingkungan sekitar dia kembali melanjutkan aksinya.
Dalam hukum, anak ini bersalah.
Namun, dalam hal kemasyarakatan anak ini tidak bersalah. Dia tumbuh di dalam
lingkungan yang tidak baik, dibesarkan dengan cara yang tidak baik pula. Anak
ini hanya mencari kasih sayang,perhatian, dan cinta yang tidak ia dapatkan di
lingkungannya. Mungkin dengan dia mendapatkan uang lewat pencurian dia akan
dihargai dan disanjung karena berhasil melakukan misinya.
Saya tidak menyalahkan siapapun
dalam hal ini. Saya bahkan menyalahkan diri saya sendiri karena tidak dapat
membantu anak ini menjadi lebih baik. Saya mengharapkan menemukan suatu cara
terbaik dalam menghadapi masalah ini. Bayangkan kalau semakin banyak anak yang
melakukan ini, maka akan semakin banyak juga kerusakan dan masalah masalah yang
akan kita hadapi di masa mendatang. Maka dari itu, menanamkan pendidikan yang
baik dalam jiwa anak ini sangatlah oenting. Pendidikan yang paling utama
berasal dari keluarga. Saya mengharapkan semua orang sadar, bahwa semua orang
harus menanamkan moral yang baik kepada generasi penerus bangsa. Tidak perlu
mendirikan sebuah yayasan, menggalang dana agar anak ini bisa sekolah, atau
melakukan hal hal besar yang terasa berat. Ingatlah pada tanggung jawab kita.
Orang tua bertanggung jawab pada masa depan anak, kakak kepada adik, teman
kepada teman, guru kepada murid, dan hubungan masyarakat lainnya. Jika satu
orang memberi pendidikan baik kepada satu orang saja, maka saya yakin seluruh
dunia akan saling bertanggung jawab dan menanamkan moral yang baik.
No comments:
Post a Comment